Hehe....

Lakukan apa yang sebelumnya telah kamu pahami, jangan engkau sia-siakan waktumu tanpa mengiyakan hal itu, lihatlah hari esok jika kamu telah tahu apa yang ingin kam lakukan!!!1

Kamis, 08 April 2010

Cinta.....


Cinta adalah satu perkataan yang mengandungi makna perasaan yang rumit. Penggunaan perkataan cinta juga dipengaruhi perkembangan semasa. Perkataan sentiasa berubah erti menurut tanggapan, fahaman dan penggunaan di dalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat yang berbeza. Sifat cinta dalam pengertian abad ke 21 mungkin berbeza daripada abad-abad yang lalu. Ungkapan cinta mungkin digunakan untuk meluahkan perasaan seperti berikut:

1. Perasaan terhadap keluarga
2. Perasaan terhadap teman-teman, atau philia
3. Perasaan yang romantis atau juga disebut asmara
4. Perasaan yang hanya merupakan kemahuan, keinginan hawa nafsu atau cinta eros
5. Perasaan sesama atau juga disebut kasih sayang atau agape
6. Perasaan tentang atau terhadap dirinya sendiri, yang disebut narsisisme
7. Perasaan terhadap sebuah konsep tertentu
8. Perasaan terhadap negaranya atau patriotisme
9. Perasaan terhadap bangsa atau nasionalisme

Pengunaan perkataan cinta dalam masyarakat Indonesia dan Malaysia lebih dipengaruhi perkataan love dalam bahasa Inggeris. Love digunakan dalam semua amalan dan erti untuk eros, philia, agape dan storge. Namun demikian perkataan-perkataan yang lebih sesuai masih ditemui dalam bahasa serantau dan dijelaskan seperti berikut:

1. Cinta yang lebih cenderung kepada romantis, asmara dan hawa nafsu, eros
2. Sayang yang lebih cenderung kepada teman-teman dan keluarga, philia
3. Kasih yang lebih cenderung kepada keluarga dan Tuhan, agape
4. Semangat nusa yang lebih cenderung kepada patriotisme, nasionalisme dan narsisme, storge

Cinta antar pribadi

Cinta antar pribadi menunjuk kepada cinta antara manusia. Bentuk ini lebih dari sekedar rasa kesukaan terhadap orang lain. Cinta antar pribadi bisa mencakup hubungan kekasih, hubungan orangtua dengan anak, dan juga persahabatan yang sangat erat.

Beberapa unsur yang sering ada dalam cinta antar pribadi:

* Afeksi: menghargai orang lain.
* Altruisme: perhatian non-egois kepada orang lain (yang tentunya sangat jarang kita temui sekarang ini).
* Reciprocation: cinta yang saling menguntungkan (bukan saling memanfaatkan).
* Commitment: keinginan untuk mengabadikan cinta, tekad yang kuat dalam suatu hubungan.
* Keintiman emosional: berbagi emosi dan rasa.
* Kinship: ikatan keluarga.
* Passion: Hasrat dan atau nafsu seksual yang cenderung menggebu-gebu.
* Physical intimacy: berbagi kehidupan erat satu sama lain secara fisik, termasuk di dalamnya hubungan seksual.
* Self-interest: cinta yang mengharapkan imbalan pribadi, cenderung egois dan ada keinginan untuk memanfaatkan pasangan.
* Service: keinginan untuk membantu dan atau melayani.
* Homoseks: Cinta dan atau hasrat seksual pada orang yang berjenis kelamin sama, khususnya bagi pria. Bagi wanita biasa disebut Lesbian (lesbi).

Energi seksual dapat menjadi unsur paling penting dalam menentukan bentuk hubungan. Namun atraksi seksual sering menimbulkan sebuah ikatan baru, keinginan seksual dianggap tidak baik atau tidak sepantasnya dalam beberapa ikatan cinta. Dalam banyak agama dan sistem etik hal ini dianggap salah bila memiliki keinginan seksual kepada keluarga dekat, anak, atau diluar hubungan berkomitmen. Tetapi banyak cara untuk mengungkapkan rasa kasih sayang tanpa seks. Afeksi, keintiman emosi dan hobi yang sama sangat biasa dalam berteman dan saudara di seluruh manusia.

Rabu, 04 November 2009

4 Langkah Praktis Meraih Impian Anda

Teknik pikiran “Repetitive Writing” atau “Penulisan Berulang”. Teknik pikiran ini sejujurnya mudah untuk membuat Anda bosan melakukannya, namun keuntungannya jauh lebih penting daripada investasi waktu Anda selama 10 menit untuk melakukannya setiap hari. Menuliskan harapan kita berulang-ulang akan mempengaruhi secara mendalam pikiran bawah sadar kita. Teknik ini berguna untuk menanamkan afirmasi dan membuat kondisi ideal.
Bila kita membahas tentang Teknik Penulisan Berulang maka dalam pikiran kita akan terbayang seorang guru Sekolah Dasar yang memerintahkan muridnya untuk menulis 100 kali “Saya tidak akan berbicara lagi di dalam kelas” untuk mendisiplinkan muridnya. Apa yang dilakukan oleh guru tersebut hampir benar.
Mengapa dikatakan HAMPIR benar? Guru tersebut sekilas tampak seperti sedang menanamkan afirmasi pada muridnya, namun seperti kekeliruan yang dilakukan banyak orang dalam menuliskan afirmasi: penyusunan kalimat yang tidak tepat. Ia berfokus pada hal yang negatif.
Seperti yang sudah kita ketahui, pikiran bawah sadar bekerja berdasarkan gambar dan tidak dapat memproses kata negatif seperti ‘jangan’, ‘tidak’ atau ‘tidak dapat’. Ketika murid tersebut menuliskan, “Saya tidak akan berbicara lagi di dalam kelas,” maka pikiran bawah sadarnya membawa gambar tentang dirinya dan berbicara lagi di dalam kelas, dan dia justru mulai menanamkan dengan kuat tingkah laku yang sedang diusahakan untuk diubah.
Maksud baik Sang Guru ternyata justru menekankan pada tingkah laku yang ingin diubah. Tebaklah apa yang terjadi pada hari berikutnya! Kelas justru akan semakin ribut.
Lalu bagaimana cara guru mendisiplinkan muridnya? Menulis berulang “Saya bersikap tenang di dalam kelas” pasti akan menghasilkan suasana kelas yang jauh berbeda.
Maka marilah kita gunakan informasi ini untuk penerapan yang praktis!
4 Langkah Sangat Praktis untuk Membuat Penulisan Berulang Anda yang dapat Anda lakukan adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Pilihlah maksimal 3 sikap yang ingin Anda ubah. Idealnya, Anda memilih dan fokus pada satu saja tingkah laku sampai Anda lihat efek dari afirmasi Anda menjadi kenyataan, Anda dapat memulai dengan tujuan yang baru. Jika anda ingin mempercepat proses, ambillah tujuan yang sama dengan teknik pikiran Menanamkan Afirmasi yang Anda lakukan.
Langkah 2: Yakinlah bahwa Anda telah menyusun kalimat dengan benar. Ini adalah langkah sama yang Anda harus gunakan ketika Anda ingin menciptakan afirmasi Anda. Ingat! Kalimat Anda harus bersifat perseorangan atau pribadi, harus kalimat positif dan harus kalimat kondisi saat ini.
Langkah 3: Belilah sebuah buku tulis! Menggunakan buku tulis untuk menuliskan kalimat afirmasi Anda jauh lebih efektif daripada menggunakan lembaran kertas biasa. Letakkan buku ini di suatu tempat yang mudah Anda lihat atau jangkau! Ini mempermudah Anda untuk mengingatkan bahwa Anda harus menuliskan kalimat afirmasi setiap pagi dan malam.
Langkah 4: Tulislah tanggal pada bagian atas halaman dan tuliskan kalimat afirmasi Anda berulang-ulang pada setiap baris sampai penuh satu halaman. Rata-rata buku tulis memiliki baris antara 25 - 30 baris. Jumlah baris tersebut sangat cukup. Menuliskan harapan Anda berulang-ulang akan sangat jauh mempengaruhi pikiran bawah sadar Anda.
Lakukan 4 langkah ini setiap pagi saat bangun dan setiap malam sebelum tidur. Sekali pikiran bawah sadar Anda menyerap sepenuhnya pernyataan afirmasi yang ingin Anda tanamkan dan memberikan kepada Anda alat untuk membuat segala sesuatunya menjadi nyata, akankah Anda mulai melakukan teknik ini untuk hasrat Anda selanjutnya?
Sumber: okkysulistijo.com (NS)

Menuju Pendidikan Untuk Semua dan Semua Untuk Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Undang Undang Dasar 1945 menjamin hak setiap warga negara Indonesia untuk mendapatkan pengajaran. Perumusan yang demikian ini tampaknya menjadi keyakinan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (the founding fathers) bahwa melalui pendidikanlah bangsa Indonesia akan dapat menjadi bangsa yang cerdas. Bangsa yang cerdas diyakini akan menghasilkan bangsa yang mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menandatangani deklarasi “Education for All”. Berkaitan dengan deklarasi ini dan sekaligus juga sebagai wujud keseriusan Indonesia mensukseskannya, maka Indonesia telah mencanangkan Wajib Belajar 6 Tahun pada tahun 1984 dan 10 berikutnya, yaitu pada tahun 1994, Indonesia mencanangkan Wajib Belajar 9 Tahun. Melalui Wajib Belajar 6 Tahun diharapkan anak-anak usia Sekolah Dasar (7-12 tahun) dapat menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar (SD). Artinya, anak-anak usia SD dapat menyelesaikan pendidikan SD. Demikian juga halnya melalui pencanangan Wajib Belajar 9 Tahun diharapkan anak-anak usia SMP (13-15 tahun) dapat menyelesaikan pendidikan SMP.

Berbagai program yang diarahkan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan Wajib Belajar 6 Tahun dan 9 Tahun telah dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Berkaitan dengan hal ini, satu hal yang menjadi keprihatinan di berbagai negara adalah mengenai anak-anak yang karena satu dan lain hal terpaksa tidak dapat menyelesaikan pendidikan SD sehingga mereka ini menjadi warga negara yang buta aksara. Demikian juga dengan anak-anak yang terpaksa tidak dapat menyelesaikan pendidikan SMP, maka mereka akan cenderung masuk ke dalam kelompok tenaga kerja kasar.

Hakekat dari “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan” adalah mengupayakan agar setiap warga negara dapat memenuhi haknya, yaitu setidak-tidaknya untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar (Wajib Belajar 9 Tahun). Untuk dapat mewujudkan “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan”, semua komponen bangsa, baik pemerintah, swasta, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, maupun warga negara secara individual, secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, berkomitmen untuk berpartisipasi aktif dalam menyukseskan “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan” sesuai dengan potensi dan kapasitas masing-masing.

Sebagai unit organisasi sosial terkecil, orang tua dari setiap keluarga tergugah dan terpanggil untuk setidak-tidaknya membimbing dan membelajarkan anak-anaknya, baik melalui pendidikan formal persekolahan, lembaga pendidikan non-formal, maupun melalui lembaga pendidikan informal. Mengirimkan anak untuk belajar melalui lembaga pendidikan sekolah sudah jelas yaitu mulai dari taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan pendidikan tinggi.

Apabila karena satu dan lain hal, seorang anak tidak memungkinkan untuk mengikuti pendidikan persekolahan, maka orang tua dapat mengirimkan anaknya untuk mengikuti kegiatan pembelajaran pada pendidikan non-formal, seperti Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA. Seandainya seorang anak tidak memungkinkan juga mengikuti pendidikan melalui pendidikan formal dan non-formal, maka masih ada model pendidikan alternatif yang dapat ditempuh, yaitu “Sekolah di Rumah” (Home Schooling). Dalam kaitan ini, orang tua dapat mengidentifikasi lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan atau unit-unit pendidikan prakarsa anggota masyarakat yang menyelengggarakan “Sekolah di Rumah” dan kemudian mengirimkan anaknya untuk mengikuti pendidikan di lembaga atau unit pendidikan tersebut. Atau, orang tua sendiri dengan latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki, dapat membimbing dan membelajarkan anak-anaknya sehingga pada akhirnya sang anak dapat mengikuti ujian persamaan (Upers), baik pada satuan pendidikan SD, SMP atau SMA.

Pada satuan lembaga, baik yang sepenuhnya bernafaskan pendidikan maupun yang tidak, hendaknya memiliki komitmen yang sama yaitu untuk membelajarkan anak-anak dari orang tua yang bekerja pada masing-masing lembaga. Bentuk komitmen dari lembaga tidak harus dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan tetapi dapat saja dalam bentuk beasiswa. Bagi lembaga industri atau perusahaan, bentuk komitmennya dapat saja dalam bentuk pemberian beasiswa atau berfungsi sebagai orang tua asuh setidak-tidaknya bagi anak-anak yang orang tuanya bekerja di industri atau perusahaan.

Apabila semua komponen bangsa bergerak serempak bagaikan sebuah orkestra, masing-masing komponen bangsa memberikan yang terbaik yang ada padanya demi pencerdasan kehidupan bangsa, maka tidak akan diragukan lagi bahwa orkestra akan menghasilkan/ memberikan lagu yang terbaik (the best). Analoginya di bidang pendidikan, bahwa melalui gerakan masyarakat, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri menerapkan “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan”, maka penuntasan wajib belajar 6 tahun dan 9 tahun akan dapat lebih cepat tercapai.

Seiring dengan rencana alokasi anggaran untuk sektor pendidikan pada APBN Tahun 2009 sebesar 20%, tentunya diharapkan akan dapat lebih mempercepat penuntasan Wajib Belajar 6 dan 9 Tahun serta terbuka kemungkinan untuk mempersiapkan pencanangan Wajib Belajar 12 Tahun. Dengan menjadikan pendidikan sebagai gerakan masyarakat dan ditunjang oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta komitmen untuk mewujudkan “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan”, maka dalam beberapa tahun ke depan diharapkan hasil atau dampaknya dalam bentuk keunggulan kompetetif akan dirasakan secara nasional dan juga diapresiasi secara regional/internasional.

Bagaimanakah Kegiatan Pembelajaran yang Berfokus kepada Peserta Didik

Mendengar istilah “Pembelajaran berfokus kepada peserta didik” setidak-tidaknya memuncul-kan pertanyaan, yaitu: “Apakah selama ini kegiatan pembelajaran belum berfokus kepada peserta didik?”. Atau pertanyaan lain yang dirumuskan secara berbeda, yaitu: “Apakah selama ini kegiatan pembelajaran berfokus kepada guru?”. Seandainya jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan ini adalah bahwa kegiatan pembelajaran tidak lagi berfokus pada guru tetapi sudah berfokus kepada peserta didik, maka pertanyaan berikutnya yang muncul adalah “Bagaimanakah konsep kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik itu?”.

Dengan berkembangnya pemikiran tentang pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik, apakah para guru juga sudah memahami bahwa kegiatan pembelajaran yang mereka kelola sehari-hari haruslah berfokus kepada peserta didik. Bagaimanakah peranan atau posisi guru selaku manajer kegiatan pembelajaran (instructional manager) dalam kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik?

Pada awalnya, guru memang merupakan salah satu atau dapat dikatakan sebagai satu-satunya komponen penting dalam kegiatan pembelajaran. Dikatakan sebagai satu-satunya komponen penting dalam kegiatan pembelajaran karena apabila disebabkan satu dan lain hal, guru terpaksa tidak dapat hadir di sekolah, maka kegiatan pembelajaran pun dapat dikatakan tidak akan berlangsung. Dengan demikian, guru memang benar-benar berfungsi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik.

Manakala keadaannya sudah sedemikian rupa seperti tersebut di atas, di mana kegiatan pembelajaran sangat tergantung pada kehadiran guru, maka dapatlah dikatakan bahwa model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran yang berfokus kepada guru. Dari RPP yang disusun guru juga dapat dilihat apakah kegiatan pembelajaran yang dikelola guru masih berorientasi pada kepentingan guru atau peserta didik.

Apakah dengan paradigma kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik mengindikasikan bahwa guru telah mengubah posisi keberadaan dirinya di dalam kelas bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik? Tetapi guru telah memposisikan dirinya sebagai salah satu sumber belajar karena guru telah menerapkan kegiatan pembelajaran yang menggunakan berbagai sumber belajar di dalam kegiatan pembelajaannya. Kegiatan pembelajaran yang demikian ini disebut juga sebagai kegiatan pembelajaran berbasis aneka sumber (resources-based learning).

Manakala guru secara konsisten menerapkan kegiatan pembelajaran berbasis aneka sumber, maka guru yang bersangkutan dapat dikatakan telah menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Dalam kaitan ini, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah “Apakah yang menjadi ciri-ciri atau karakteristik dari kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik?”. “Bagaimana pula perbedaannya dengan pembelajaran yang berfokus kepada guru?”.

Dari metode mengajar yang diterapkan guru di dalam kelas, dapatlah diketahui apakah sang guru masih tetap menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada dirinya. Kemudian, menarik juga untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Apakah anda sebagai guru hanya menggunakan metode mengajar chalk and talk” (kapur tulis dan bicara)? Apakah anda juga hanya menuliskan di papan tulis materi pelajaran yang perlu anda sampaikan kepada para peserta didik dan kemudian menceramahkannya?. Apakah anda juga mengkondisikan peserta didik untuk hanya duduk manis dan mencatat apa yang anda tulis di papan tulis dan kemudian mendengarkan ceramah anda secara cermat?. Apakah setelah semua tugas mengajar anda selesai, maka anda langsung meninggalkan ruang kelas dan peserta didik pun terbebas dari anda sebagai guru?

Apabila jawaban kita “YA” terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka hal itu mengindikasikan bahwa kita sebagai guru masih berada pada posisi yang menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada diri kita sendiri selaku guru. Untuk lebih memantapkan pemahaman kita mengenai pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik atau guru, maka ada baiknya kita merespon serangkaian pertanyaan yang diajukan berikut ini. Tujuannya adalah untuk melatih kita memahami konsep kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik. Oleh karena itu, sejauh mana kita sebagai guru mampu memahami pertanyaan-pertanyaan tersebut dan memberikan jawaban secara tuntas, maka pemahaman kita akan semakin lebih jelas mengenai kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik.

“Apakah RPP yang kita susun masih menekankan aspek kemampuan atau keberhasilan kita mengajarkan materi pelajaran? Sejauh manakah materi pelajaran yang telah ditetapkan di dalam RPP telah selesai kita ajarkan kepada peserta didik kita? Atau, apakah kita sebagai guru masih menekankan kegiatan pembelajaran pada tingkat pemahaman atau penguasaan peserta didik (kompetensi) terhadap materi pelajaran yang kita rancang?

Pertanyaan selanjutnya adalah “Apakah peserta didik telah berhasil mencapai tingkat kompetensi sebagimana yang ditetapkan di dalam RPP?”. “Apakah kita sebagai guru merasa puas manakala kita telah berhasil menyajikan semua materi pelajaran yang telah direncanakan di dalam RPP?”. Apakah menjadi kepedulian (concern) kita juga sebagai guru mengenai materi pelajaran yang telah kita sajikan itu telah benar-benar dipahami/dikuasai oleh peserta didik kita?.

Terhadap serangkaian pertanyaan tersebut di atas, bagaimana kita sebagai guru menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan sekaligus juga merenungkan apa yang menjadi jawaban kita? Apakah kita mengatakan, “Oh ya, berarti sebenarnya saya belum sepenuhnya menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik” atau sebaliknya, “Nah, barulah sekarang saya tahu bahwa saya sebenarnya sudah mulai menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik”.

Sehubungan dengan respon kita terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas dan untuk lebih mengarahkan perhatian kita mengenai model pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik, maka pada bagian berikut ini akan diuraikan karakteristik model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik versi Molly Jhonson (Jhonson, 2007). Beberapa di antara karakteristiknya adalah bahwa (1) guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran ketimbang sebagai penyaji pengetahuan, (2) pengelolaan kelas yang lebih kondusif terhadap kegiatan dan interaksi peserta didik yang mengarah pada pengalaman belajar yang produktif, (3) peserta didik aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran ketimbang hanya duduk manis dan pasif selama kegiatan belajar berlangsung di dalam kelas, dan (4) membutuhkan investasi waktu dan energi untuk menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.

Lebih lanjut, Molly Jhonson mengemukakan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan agar pelaksanaan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik berhasil, yaitu: (1) mengubah paradigma guru menjadi fasilitator pembelajaran, (2) komitmen guru dalam menyediakan waktu dan tenaga untuk membelajarkan peserta didik tentang berbagai materi pengetahuan, (3) kesediaan guru untuk mencoba menerapkan pendekatan baru dalam mengelola kelas, dan melihat secara kritis usaha penerapan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik, dan (4) inisiatif guru untuk bergabung dengan kelompok masyarakat pengembang strategi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.

Dengan menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik, maka berikut ini diuraikan beberapa tambahan peranan yang baru bagi guru.

- Peranan baru yang pertama bagi guru yang menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik adalah (1) memahami dan mengetahui secara jelas kearah mana peserta didik secara kognitif dikehendaki akan berkembang. Dalam hal ini, guru hendaknya mengetahui tingkat kemampuan berpikir yang dituntut untuk dikembangkan oleh peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung, (2) menggunakan analogi dan metafor, (3) mengembangkan mekanisme yang tidak berbahaya dan juga tidak menakutkan untuk terjadinya dialog tidak langsung antara guru dan peserta didik.

- Peranan guru yang kedua adalah mengembangkan pertanyaan yang bersifat “memaksa” peserta didik untuk menguraikan apa yang sebenarnya sedang mereka pelajari. Hendaknya guru benar-benar menghindarkan pertanyaan, seperti “Apakah ada pertanyaan?”. Guru hendaknya juga memberikan berbagai kesempatan kepada peserta didik untuk membuat kesimpulan/dan atau menjelaskan materi yang baru saja selesai dibahas. Peserta didik juga haruslah dikondisikan untuk mengajukan pertanyaan yang bersifat penetrasi.

- Peranan ketiga dari guru adalah menggunakan alat/sarana visual untuk membantu peserta didik agar dapat “melihat” bagaimana informasi dapat dihubungkan dan mengajarkan kepada peserta didik cara-cara penggunaan sarana/alat visual.

- Peranan keempat yaitu mendorong pembentukan kelompok-kelompok belajar dan memfungsikannya. Kelompok belajar dapat dibentuk dalam berbagai bentuk tergantung pada besarnya kelas, mata pelajaran, dan pendapat/pemikiran guru.

Jumat, 30 Oktober 2009

Bank Waktu

Bayangkan jika sebuah bank memberikan anda uang sebesar $ 86.400 setiap hari. Dan jumlah tersebut harus dihabiskan dalam satu hari. Setiap sore uang yang tersisa akan dihapuskan dari account jika anda gagal untuk menggunakannya sepanjang hari. Apa yang akan anda lakukan ? Tentunya akan menggunakan uang tersebut setiap sen yang ada.

Kita semua memiliki bank seperti itu. Namanya WAKTU. Setiap pagi, anda diberikan waktu 86.400 detik Setiap malam akan dicatat, sebagai kehilangan, jika anda gagal untuk menginvestasikan dengan tujuan baik. Jumlah tersebut tidak akan dipindah-bukukan untuk keesokan harinya, juga tidak dapat dilakukan penarikan lebih dari jumlah yang telah ditentukan. Setiap hari akan dibuka sebuah account baru untuk anda, dan setiap malam account tersebut akan dihapuskan. Jika anda gagal untuk menggunakan simpanan pada hari itu, anda akan kehilangan. Hal ini tidak akan pernah kembali. Tidak akan pernah ada penarikan untuk hari esok. Anda harus hidup pada saat ini, untuk simpanan hari ini Investasikan hal ini untuk memperoleh dari investasi tersebut kesehatan, kebahagiaan dan keberhasilan yang sepenuh-penuhnya.

Untuk menyadari nilai SATU TAHUN, tanyakan pada seorang pelajar yang gagal naik tingkat Untuk menyadari nilai SATU BULAN, tanyakan pada seorang ibu yang melahirkan seorang bayi prematur. Untuk menyadari nilai SATU MINGGU, tanyakan pada editor dari majalah mingguan. Untuk menyadari nilai SATU JAM, tanyakan seorang kekasih yang menanti untuk bertemu. Untuk menyadari nilai SATU MENIT, tanyakan seorang yang ketinggalan kereta api

Untuk menyadari nilai SATU DETIK, tanyakan pada seseorang yang baru saja terhindar dari kecelakan. Untuk menyadari nilai SEPERSERIBU DETIK, tanyakan pada seseorang yang baru saja memperoleh medali perak dalam Olympiade.

Hargailah setiap waktu yang anda miliki. Dan hargailah waktu itu lebih lagi, karena anda membagikannya dengan seseorang yang khusus, cukup khusus untuk membuang waktu anda. Dan ingatlah bahwa waktu tidak akan menunggu seseorang pun. Kemarin adalah sejarah. Hari esok adalah sebuah misteri dan hari ini adalah suatu hadiah. Itulah yang disebut dengan berkat. Waktu terus berjalan. Lakukanlah yang terbaik untuk hari ini

Rabu, 28 Oktober 2009

Kembangkan Kreatifitasmu !!!


*Satu*, bersyukurlah atas hari ini. “Just to be alive is a grand thing,” kata Agatha Christie, salah satu novelis detektif terkemuka. Jauhkanlah
perasaan depresi dan sedih tanpa juntrungan. Jalani setiap hari dengan hati penuh syukur. Ingatlah akan Bill Porter. Kalau dia bisa jadi seorang
salesman berhasil, apapun yang Anda inginkan sebenarnya pasti bisa tercapai.

**

*Dua*, belajarlah seakan-akan Anda akan hidup selamanya, hiduplah seakan-akan Anda akan mati besok. Mohandas Gandhi pernah berkata demikian, “Live as if you were to die tomorrow, learn as if you were to live forever.” Belajar terus, upgrade diri terus dengan berbagai cara baik yang memerlukan effort maupun effortlessly.

**

*Tiga*, setiap ketrampilan pasti ada penggunanya. Ini saya dapat dari salah satu sahabat saya seorang wanita blonda dari San Diego.
Sahabat saya Crystal ini pernah membesarkah hati saya, “There are all kinds of writers, there are all kinds of readers.” Ketika saya down karena merasa incompetent bertarung dengan penulis-penulis lokal di sini, Crystal mengingatkan bahwa setiap jenis penulis pasti ada pembacanya
(niche). Find your niche, so you find your place in the world.

**

*Empat*, bukalah jalan sendiri, orisinil. Ralph Waldo Emerson once said, “Do not go where the path may lead, go instead where there is no path and leave a trail.”

**

*Lima*, belajar mencintai apa yang Anda punyai, bukan berangan-angan akan apa yang Anda tidak miliki. Use whatever you have at hand, impian hanya akan menjadi nyata kalau Anda menggunakan instrumen yang kasat mata saat ini juga.

**

*Enam*, lihat apa yang kelihatan dan lihat apa yang belum kelihatan. Gunakan visi dan misi untuk mengenal apa yang Anda tuju. Seringkali, apa yang belum kelihatan adalah blue print untuk sukses Anda. Begitu kelihatan, ia akan menjadi semacam de ja vu.

**

*Tujuh*, telan kepahitan hidup dan bersiap-siaplah dalam menyongsong hari baru. Setiap hari adalah hari baru. Bangunlah tiap pagi dengan hati yang curious akan apa yang akan Anda alami hari itu. Be excited, be courageous to start the day.

**

*Delapan*, semakin banyak Anda memberi, semakin banyak Anda akan menerima. The more you give, the more you get in return. Dalam marketing, ini mungkin disebut sebagai taktik public relations atau publicity. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, ini juga berlaku tanpa diselipi dengan iming-iming tertentu. Saya sendiri sudah membuktikannya. Semakin banyak kita memberi (dalam arti luas, tidak terbatas uang dan materi), semakin besar penghargaan dan berkat yang kita terima.

**

*Sembilan*, jadilah mentor diri sendiri. What would Oprah do? Itu yang saya pakai sebagai ukuran. Saya tidak memilih Nabi atau pembesar negara, namun seorang wanita berkulit berwarna yang telah membalikkan nasibnya sendiri menjadi salah satu orang berpengaruh di dunia.

**

*Sepuluh*, saya eksis dengan maupun tanpa tubuh saya. Setidak-tidaknya sekali sehari, saya mengingatkan diri sendiri bahwa hidup ini bukanlah untuk selamanya. Maka berbuatlah terbaik pada saat ini juga. Jangan tunggu-tunggu lagi. “Just do it,” kata Cher di Farewell Concertnya beberapa tahun yang lampau. I do my best every chance I have. Berbuatlah terbaik di setiapkesempatan, karena itu mungkin yang terakhir.

Ingatlah sukses bukanlah tujuan, bukan pula perjalanan. Sukses adalah mindset. Bukan hanya cogito er go sum (saya berpikir maka saya ada), namun sum ego prosperitas (sukses adalah saya).

Selasa, 27 Oktober 2009

My Comunity.......

Hiii guyss...
Ni adalah gambaran komunitas SMA N 2 Sidikalang kelas XI-IA1,....
pasti ada di antara kita semua yang berpikir gimana ya keadaan di komunitas ini,... ??
klo berdasarkan keadaan sehari-hari kita tahu kalau nomor 1 merupakan hal yang terbaik di antara semua di sekelilingnya...,,,,, tapi gimana dengan situasi dan kondisi kelas XI-Ia1 ini...??? Pasti dah ada yang tahu jawabnya,atau mungkin ada yang menganggap tulisan ini menggambarkan segala kelebihan kelas ini ...??
Oh... tidak...
Malah yang ada itu justru keadaan yang sebaliknya...
He...he...he...... wkwkwkwkwkwk.....!!!!!!!!
Mungkin semua ini terjadi karena kurangnya kesadaran di antara murid-murid kelas ini, semuanya hanya mengandalkan omongan dan tidak melaksanakan apa yang telah diungkapkan sebagai siswa, ya...,apa itu yang dikatakan dengan "Janji Siswa". Setiap hari senin naskah selalu diutarakan ,tapi mengapa hal ini dianggap hanya sebagai simbol saja ? Mengapa ini dilaksanakan hanya keluar dari mulut saja, dan bukan perbuatan yang terlaksana.Iya ... itulah jika kita menganggap semua itu dengan mudah hanya dengan menggerakkan lidah kita mengungkapkan sesuatu yang kita anggap baik, baik dan baik di depan mata.Jika di antaranya di nasehati oleh guru, pada saat itu pasti timbul penyesalan sendiri pada siswa itu, tapi tunggu dulu, hal ini bukan hal yang merupakan bersifat permanen bagi kalangan siswa/i kelas ini tapi bersifat sementara. Itu artinya bahwa siswa/i kelas ini harus di nasehati dulu baru bisa sadar, begutulah hal ini terus berulang-ulang, bukan satu kali untuk seterusnya, dan jika kita menelusurinya dalam kegiatan sehari-hari, hal ini mirip dengan anggapan sebagai makhluk yang tidak mulia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dan ,mungkin kita telah mengetahuinya.
Laen dari kenyataan kan ???
Saya sebagai penulis blog ini hanya mau mengutarakan kekesalan saya saja sebagai pengamat situasi dan kondisi kelas yang saya sebut di atas, tapi bukan hanya itu saja ...., ada lagi yaitu saya mau minta commentnya berdasarkan penggambaran kelas yang saya utarakan ini, lalu setelah berpikir gimana sebenarnya gambaran kelas ini, saya mau minta kritik dan saranya demi perbaikan kelas XI-IA1 ini di hari ke depan supaya semua siswa/i kelas ini bisa sadar untuk selamanya.
Ok..... !!!!